Minggu, 09 Desember 2018

Produksi madu kaliandra (Calliandra callothyrsus)


          Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis sp.) dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral) (BSN, 2013). Madu diketahui mempunyai nilai gizi yang tinggi dan dikenal baik oleh masyarakat. Oleh karena itu madu dimanfaat sudah sekian lama dalam berbagai aspek, yakni dalam bidang pangan, kesehatan dan kecantikan.
Madu memiliki berbagai macam jenis dan warna tergantung jenis tanaman sumber nektar. Perbedaan sumber nektar akan membuat madu memiliki komposisi, rasa, aroma, maupun penampilan fisik yang berbeda (Bogdanov et al., 2008). Selain itu faktor  eksternal  seperti letak  geografis,  vegetasi  tanaman,  iklim,  suhu  dan  kelembaban  udara,  topografi, serta sumber  pakan  lebah  (asal  nektar)  juga mempengaruhi  karakteristik  madu (Barra, Ponce-Diaz, and Venegas-Gallegos, 2010; Buba, Gidado, and Shugaba, 2013; Mledenovic, and Radus, 2014).
Madu kaliandra mulai dikenal di Indonesia mulai tahun 80-an. Penaman pohon kaliandra secara besar-besaran dimulai Pada tahun 1974.  Perum Perhutani melalui program MA-LU (Mantri kehutanan-Lurah), yaitu program kerjasama antara mantri kehutanan dan lurah, melakukan penanaman kaliandra secara serempak di seluruh areal kawasan hutan serta daerah aliran sungai di pulau Jawa yang bertujuan mereklamasi lahan kritis dan melindungi komoditas hasil utama kehutanan  seperti pohon jati, pinus, dan damar dari penjarahan pencari kayu bakar oleh penduduk di sekitar kawasan hutan. Sejak saat itu tanaman kaliandra berkembang biak dengan baik di kawasan hutan dan daerah aliran sungai. Setelah umur dua tahun, pohon kaliandra akan mulai berbunga dan mengeluarkan nektar. Nektar kaliandra merupakan salah satu nektar yang paling disukai lebah, karena memiliki kadar gula yang cukup tinggi.


KALIANDRA (Calliandra callothyrsus) DAN LEBAH MADU
Tanaman kaliandra masuk ke pulau Jawa berasal dari Guatemala selatan yaitu spesies Calliandra calothyrsus berbunga merah dan Calliandra tetragona berbunga putih, dengan tujuan utama adalah sebagai pohon pelindung perkebunan kopi. Spesies Calliandra calothyrsus merupakan salah satu spesies kaliandra yang sangat populer di Indonesia, terutama di masyarakat yang berada pada areal kawasan hutan di pulau Jawa sebagai tanaman multiguna untuk konservasi lahan, reklamasi lahan marginal, hijauan pakan ternak, pakan lebah, penyedia pupuk hijau dan bubur kayu (pulp) untuk membuat kertas (Tangendjaja, et al., 1992).
Kaliandra dapat tumbuh pada ketinggian diatas 1700 m dpl, tapi akan tumbuh subur dan sangat baik pada ketinggian antara 250 sampai 800 m dpl, dengan jumlah curah hujan antara 2000-2400 mm/tahun dan bulan musim kering antara 3-6 bulan. Tanaman kaliandra memerlukan lingkungan bertemperatur harian antara 22-28oC, toleransi tumbuh temperatur lingkungan maksimum bulanan antara 24 dan 30oC, dan minimum antara 18 dan 22oC (Steward,2001). Di Indonesia, musim berbunga sangat bervariasi tergantung jumlah curah hujan serta penyebarannya, dan puncaknya berlangsung antara bulan Januari-April. Tandan bunga berkembang dalam posisi terpusat, dan bunganya bergerombol disekitar ujung batang. Bunga mekar hanya satu malam saja dengan benang-benang umumnya berwarna putih di pangkalnya dan merah mencolok di bagian ujungnya. Sehari kemudian benang-benang ini akan layu dan yang tidak mengalami pembuahan akan gugur (KARTASUBRATA, 1996).
Kaliandra ditanam pada areal kawasan kehutanan selain untuk tanaman pelindung bagi tanaman utama seperti karet, pinus, akasia, dan damar, juga dimanfaatkan sebagai sumber pakan penting untuk lebah madu berupa residu nektar yang dihasilkan dari bungannya (MACQUEEN, 1992). POEDIANTO (1980) melaporkan di daerah Sukabumi Jawa Barat telah ditanam kaliandra seluas 601 ha khusus untuk menyediakan pakan bagi ternak lebah, yang jumlahnya sebanyak 1800 sarang lebah. Dari setiap koloni per tahun dihasilkan madu rata-rata sebanyak 15 kg madu, dan total produksi secarakeseluruhan sebanyak 27.000 kg/tahun madu.
 
                                           Kaliandra bunga merah (Calliandra callothyrsus)




                                            Kaliandra bunga puntih (Calliandra tetragona)


Prof. Mapatoba Sila pada International Workshop on The Genus Calliandra (1994) menjelaskan bahwa populasi lebah liar telah meningkat sejak tahun 1981, ketika calliandra ditanam di lembah. Peningkatan ini dapat dikaitkan dengan calliandra, yang menyediakan serbuk sari dan nektar untuk lebah sepanjang tahun. Ini telah memberikan kesempatan untuk memperkenalkan teknologi peternakan lebah kepada para petani untuk meningkatkan pendapatan keluarga mereka.

NEKTAR KALIANDRA
            Bunga kaliandra mulai mekar pada waktu sore hari menjelang malam. Bersamaan dengan mekarnya bunga, kelenjar nektaries juga mengeluarkan nektar. Kelenjar ini terletak di dasar perhiasan bunga (perianthium). Bunga kaliandra akan mengeluarkan nektar sepanjang malam, sehingga pada pagi hari nektar akan meluber keluar dari kelopak bunga.
            Berdasarkan pengukuran pribadi di berbagai tempat, nektar atau sari bunga kaliandra memiliki kandungan gula antara 8-27%. Pada tempat yang memiliki kelembaban tinggi misalnya daerah Tawangmangu, nektar kaliandra memiliki kandungan gula rendah ( kurang dari 12%) dan lebah tidak suka. Pada daerah yang memiliki kelembaban relatif rendah, nektar kaliandra memiliki kandungan gula tinggi ( lebih dari 12%) dan lebah sangat suka. 

                                 Nektaries terletak pada bagian bawah perhiasan bunga (perianthium)
 
            Bentuk dan warna bunga Kaliandra menjadi daya tarik bagi lebah untuk datang dan membantu penyerbukan. Chittka L (2006) menjelaskan bahwa tanaman dapat menarik penyerbuk dengan ukuran bunga, intensitas warna, jumlah bunga, akomodasi ukuran tubuh lebah dalam bunga dan produksi nektar. Lebah menggunakan organ visual dan penciuman. Isyarat visual seperti warna bunga merupakan penarik jarak pendek dan untuk jarak jauh lebah membedakan warna dengan perbandingan dengan latar belakang. Bunga juga mengeluarkan bau sebagai penarik jarak jauh.
            Nektar yang keluar dari bunga kaliandra berwarna kuning kehijauan. Penelitian Hensen et al, (2007) menunjukkan bahwa warna nektar mempunyai tiga tujuan. Pertama, untuk beberapa spesies tanaman dapat diartikan sebagai sinyal jujur yang mengarah ke efisiensi penyerbukan. Kedua, ia dapat berfungsi sebagai pencegah terhadap pencuri nektar atau penyerbuk yang tidak efisien, sehingga bertindak sebagai filter bunga. Ketiga, pigmen warna nektar dapat memiliki kualitas anti mikroba yang dapat melindungi nektar pada bunga yang berumur panjang.
          Nektar kaliandra pada pagi hari, terlihat berwarna kuning dan keluar dari kelopak bunga


PEMELIHARAAN LEBAH DI HUTAN KALIANDRA
            Peternak lebah yang ingin menghasilkan madu kaliandra harus menggembalakan lebahnya di areal tanaman kaliandra. Peternak lebah yang berpengalaman akan memperhitungkan jarak terbang efektif lebah dalam mengambil nektar. Semakin dekat dengan tanaman kaliandra akan semakin bagus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggembalaan lebah di areal tanaman kaliandra adalah :

1.      Jarak stup dengan tanaman kaliandra

Jarak stup lebah dengan bunga kaliandra tidak boleh lebih dari 1,5 km. Bisa diartikan 1,5 km adalah jarak terjauh lebah dalam terbang mencari makan. James (2011) meneliti jarak terbang lebah pekerja dalam mencari makan pada tanaman alfafa selama 2 tahun berturut turut. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2006 dan di ulang pada tahun 2007. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktifitas lebah dalam mencari makan akan menurun secara eksponensial pada jarak 800 m (Gambar 4). Lebah pekerja ditemukan paling banyak pada jarak 45 m dari stup.
Penulis mengambil kesimpulan bahwa sebaiknya peternak memelihara lebah tidak lebih dari 500 m dari tanaman kaliandra dan jarak paling jauh yang diperbolehkan adalah 1,5 km.

  Hubungan antara jarak dan jumlah lebah dalam mencari makan.
2.       

     Keamanan dan longsor

Tanaman kaliandra kebanyakan ditanam di sekitar hutan untuk memberi kesempatan petani sekitar hutan mengambil daun dan kayunya. Penamanan kaliandra bermanfaat untuk penghijauan juga sebagai pagar, agar petani tidak jauh merambah kedalam hutan karena kebutuhan mereka tercukupi dengan mengambil kaliandra disekeliling hutan. Namun berjalannya waktu kaliandra tidak hanya diambil daunnya saja untuk pakan ternak, tetapi juga diambil kayunya dan digunakan sebagai kayu bakar. Akhirnya tanaman yang di lereng jurang dan puncak bukit saja yang tersisa, sehingga peternak harus ekstra hati-hati untuk meletakkan stupnya.
Harus diperhitungkan keselamatan stup apabila terjadi hujan deras dan kemungkinan longsor.
Peternak juga harus berhati-hati dari kemungkinan pencurian, karena stup lebah yang terletak di pinggir hutan dan dalam keadaan tidak dijaga. Beberapa kejadian kehilangan terjadi pada lebah-lebah yang diletakkan sembarangan tanpa koordinasi yang baik dengan masyarakat sekitar hutan.  Kunci dari keamanan usaha lebah di tanaman kaliandra adalah koordinasi dan membaur dengan masyarakat sekitar hutan. Peternak harus sadar akan kesenjangan ekonomi masyarakat lokal dengan peternak lebah sebagai pendatang.


Peletakan stup lebah pada lereng gunung untuk menghasilkan madu kaliandra.

PANEN MADU KALIANDRA 

Madu yang dihasilkan mempunyai warna kuning cerah sampai kuning matang dan mempunyai bau yang khas.


3Madu kaliandra berwarna kuning cerah sampai kuning matang




Pustaka

Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3545-2013, Madu, Jakarta.
Bogdanov, S., T. Jurendic, R. Sieber and P. Gallmann. 2008. Honey for Nutrition and Health: a Review. American Journal of the College of Nutrition, 27: 677-689.

Buba, F., A. Gidado, and Shugaba, A. 2013. Anal ysis of Biochemical Composition of  Honey  Samples  from  North-East  Nigeria. Biochemical  and  analytical biochemistry, 3 (2): 1-7.
Hansen DM, et al., 2007,  Coloured nectar: distribution, ecology, and evolution of an enigmatic floral trait, Biol Rev Camb Philos Soc. ;82(1):83-111.

James R. Hagler, et al., 2011,  Foraging Range of Honey Bees, Apis mellifera, in Alfalfa Seed Production Fields, J Insect Sci.; 11: 144.

Kartasubrata J. 1996. Culture and uses of Calliandra calothyrsus in Indonesia. In D0 Evans, ed. International Workshop on the Genus Calliandra. Forest, Farm, and Community Tree Research Reports (Special issue). Winrock International. Morrilton, Arkansas, USA. p. 101-07.

Mledenovic, M.  and Radus, R., 2014, Corelation  Between the  Strength of  Colony The  Honey Area  and  Pollen  Area  of  The  Observed  Lines  of  Yellow  Honey Bee in Vosvodina, Biotechnologi and Biotech. Equip, 24(1): 379-384. 

Macqueen, D. J. (1992).  Calliandra calothyrsus: implications of plant taxonomy, ecology and biology for seed collection. Commonwealth Forestry Review 71 (1): 20-34.

Poedianto, M. 1980. Calliandra plantation  and bee keeping et Gunung Area. Perum  Perhutani research report. No. KT. 14 - 80. Jakarta, Indonesia p 16

Stewart, J. Mulawarman, J.M. Roshetko dan M.H. Powell. 2001. Produksi dan pemanfaatan kaliandra (Calliandra  calothyrsus): Pedoman lapang. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF), Bogor, Indonesia dan  Winrock International, Arkansas, AS. 63 halaman.

Tangendjaja, B., E, Wina, T. Ibrahim, dan B, Palmer. 1992. Calliandracalothyrsus (Calliandra calothyrsus) dan Pemanfaatannya. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak dan The Australian Centre for International Agricultural Research. Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUATAN RATU LEBAH MADU

(Bagian 1) Sebelum kita membicarakan tentang pembuatan Ratu Lebah Madu, ada baiknya kita mengenal Sang Ratu terlebih dahulu. Mengapa d...