Madu memiliki berbagai
macam jenis dan warna tergantung jenis tanaman sumber nektar. Perbedaan sumber
nektar akan membuat madu memiliki komposisi, rasa, aroma, maupun penampilan
fisik yang berbeda (Bogdanov et al.,
2008). Selain itu faktor eksternal seperti letak
geografis, vegetasi tanaman,
iklim, suhu dan
kelembaban udara, topografi, serta sumber pakan
lebah (asal nektar)
juga mempengaruhi
karakteristik madu (Barra,
Ponce-Diaz, and Venegas-Gallegos,
2010; Buba, Gidado, and Shugaba,
2013; Mledenovic, and Radus, 2014).
Madu kaliandra mulai
dikenal di Indonesia mulai tahun 80-an. Penaman pohon kaliandra secara
besar-besaran dimulai Pada tahun 1974.
Perum Perhutani melalui program MA-LU (Mantri kehutanan-Lurah), yaitu
program kerjasama antara mantri kehutanan dan lurah, melakukan penanaman
kaliandra secara serempak di seluruh areal kawasan hutan serta daerah aliran
sungai di pulau Jawa yang bertujuan mereklamasi lahan kritis dan melindungi
komoditas hasil utama kehutanan seperti
pohon jati, pinus, dan damar dari penjarahan pencari kayu bakar oleh penduduk
di sekitar kawasan hutan. Sejak saat itu tanaman kaliandra berkembang biak
dengan baik di kawasan hutan dan daerah aliran sungai. Setelah umur
dua tahun, pohon kaliandra akan mulai berbunga dan mengeluarkan nektar. Nektar
kaliandra merupakan salah satu nektar yang paling disukai lebah, karena
memiliki kadar gula yang cukup tinggi.
KALIANDRA
(Calliandra callothyrsus) DAN LEBAH MADU
Tanaman kaliandra masuk ke pulau
Jawa berasal dari Guatemala selatan yaitu spesies Calliandra calothyrsus berbunga merah dan Calliandra tetragona berbunga putih, dengan tujuan utama adalah
sebagai pohon pelindung perkebunan kopi. Spesies Calliandra calothyrsus merupakan salah satu spesies kaliandra yang
sangat populer di Indonesia, terutama di masyarakat yang berada pada areal
kawasan hutan di pulau Jawa sebagai tanaman multiguna untuk konservasi lahan,
reklamasi lahan marginal, hijauan pakan ternak, pakan lebah, penyedia pupuk
hijau dan bubur kayu (pulp) untuk membuat kertas (Tangendjaja, et al.,
1992).
Kaliandra dapat tumbuh pada
ketinggian diatas 1700 m dpl, tapi akan tumbuh subur dan sangat baik pada
ketinggian antara 250 sampai 800 m dpl, dengan jumlah curah hujan antara
2000-2400 mm/tahun dan bulan musim kering antara 3-6 bulan. Tanaman kaliandra
memerlukan lingkungan bertemperatur harian antara 22-28oC, toleransi
tumbuh temperatur lingkungan maksimum bulanan antara 24 dan 30oC, dan
minimum antara 18 dan 22oC (Steward,2001). Di Indonesia, musim berbunga sangat
bervariasi tergantung jumlah curah hujan serta penyebarannya, dan puncaknya
berlangsung antara bulan Januari-April. Tandan bunga berkembang dalam posisi
terpusat, dan bunganya bergerombol disekitar ujung batang. Bunga mekar hanya
satu malam saja dengan benang-benang umumnya berwarna putih di pangkalnya dan
merah mencolok di bagian ujungnya. Sehari kemudian benang-benang ini akan layu
dan yang tidak mengalami pembuahan akan gugur (KARTASUBRATA, 1996).
Kaliandra ditanam pada areal kawasan
kehutanan selain untuk tanaman pelindung bagi tanaman utama seperti karet,
pinus, akasia, dan damar, juga dimanfaatkan sebagai sumber pakan penting untuk
lebah madu berupa residu nektar yang dihasilkan dari bungannya (MACQUEEN, 1992). POEDIANTO (1980)
melaporkan di daerah Sukabumi Jawa Barat telah ditanam kaliandra seluas 601 ha
khusus untuk menyediakan pakan bagi ternak lebah, yang jumlahnya sebanyak 1800
sarang lebah. Dari setiap koloni per tahun dihasilkan madu rata-rata sebanyak
15 kg madu, dan total produksi secarakeseluruhan sebanyak 27.000 kg/tahun
madu.
Prof.
Mapatoba Sila pada International Workshop on The Genus Calliandra (1994)
menjelaskan bahwa populasi lebah liar telah meningkat sejak tahun 1981, ketika
calliandra ditanam di lembah. Peningkatan ini dapat dikaitkan dengan
calliandra, yang menyediakan serbuk sari dan nektar untuk lebah sepanjang
tahun. Ini telah memberikan kesempatan untuk memperkenalkan teknologi
peternakan lebah kepada para petani untuk meningkatkan pendapatan keluarga
mereka.
NEKTAR
KALIANDRA
Bunga
kaliandra mulai mekar pada waktu sore hari menjelang malam. Bersamaan dengan
mekarnya bunga, kelenjar nektaries juga mengeluarkan nektar. Kelenjar ini
terletak di dasar perhiasan bunga (perianthium). Bunga kaliandra akan mengeluarkan nektar sepanjang
malam, sehingga pada pagi hari nektar akan meluber keluar dari kelopak bunga.
Berdasarkan pengukuran pribadi di berbagai tempat, nektar atau sari bunga kaliandra memiliki kandungan gula antara 8-27%. Pada tempat yang memiliki kelembaban tinggi misalnya daerah Tawangmangu, nektar kaliandra memiliki kandungan gula rendah ( kurang dari 12%) dan lebah tidak suka. Pada daerah yang memiliki kelembaban relatif rendah, nektar kaliandra memiliki kandungan gula tinggi ( lebih dari 12%) dan lebah sangat suka.
Nektaries terletak pada bagian bawah
perhiasan bunga (perianthium)
Bentuk
dan warna bunga Kaliandra menjadi daya tarik bagi lebah untuk datang dan
membantu penyerbukan. Chittka L (2006)
menjelaskan bahwa tanaman dapat menarik penyerbuk dengan
ukuran bunga, intensitas warna, jumlah bunga, akomodasi ukuran tubuh lebah
dalam bunga dan produksi nektar. Lebah menggunakan organ visual dan penciuman.
Isyarat visual seperti warna bunga merupakan penarik jarak pendek dan untuk
jarak jauh lebah membedakan warna dengan perbandingan dengan latar belakang. Bunga
juga mengeluarkan bau sebagai penarik jarak jauh.
Nektar
yang keluar dari bunga kaliandra berwarna kuning kehijauan. Penelitian Hensen
et al, (2007) menunjukkan bahwa warna nektar mempunyai tiga tujuan. Pertama,
untuk beberapa spesies tanaman dapat diartikan sebagai sinyal jujur yang
mengarah ke efisiensi penyerbukan. Kedua, ia dapat berfungsi sebagai pencegah
terhadap pencuri nektar atau penyerbuk yang tidak efisien, sehingga bertindak
sebagai filter bunga. Ketiga, pigmen warna nektar dapat memiliki kualitas anti mikroba
yang dapat melindungi nektar pada bunga yang berumur panjang.
Nektar kaliandra pada pagi hari, terlihat berwarna
kuning dan keluar dari kelopak bunga
PEMELIHARAAN
LEBAH DI HUTAN KALIANDRA
Peternak lebah
yang ingin menghasilkan madu kaliandra harus menggembalakan lebahnya di areal
tanaman kaliandra. Peternak lebah yang berpengalaman akan memperhitungkan jarak
terbang efektif lebah dalam mengambil nektar. Semakin dekat dengan tanaman
kaliandra akan semakin bagus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penggembalaan lebah di areal tanaman kaliandra adalah :
1. Jarak stup dengan tanaman kaliandra
Jarak
stup lebah dengan bunga kaliandra tidak boleh lebih dari 1,5 km. Bisa diartikan
1,5 km adalah jarak terjauh lebah dalam terbang mencari makan. James (2011)
meneliti jarak terbang lebah pekerja dalam mencari makan pada tanaman alfafa
selama 2 tahun berturut turut. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2006 dan di
ulang pada tahun 2007. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktifitas
lebah dalam mencari makan akan menurun secara eksponensial pada jarak 800 m
(Gambar 4). Lebah pekerja ditemukan paling banyak pada jarak 45 m dari stup.
Penulis
mengambil kesimpulan bahwa sebaiknya peternak memelihara lebah tidak lebih dari
500 m dari tanaman kaliandra dan jarak paling jauh yang diperbolehkan adalah
1,5 km.
Hubungan antara jarak dan jumlah lebah dalam mencari makan.
2.
Keamanan dan longsor
Tanaman
kaliandra kebanyakan ditanam di sekitar hutan untuk memberi kesempatan petani
sekitar hutan mengambil daun dan kayunya. Penamanan kaliandra bermanfaat untuk
penghijauan juga sebagai pagar, agar petani tidak jauh merambah kedalam hutan
karena kebutuhan mereka tercukupi dengan mengambil kaliandra disekeliling
hutan. Namun berjalannya waktu kaliandra tidak hanya diambil daunnya saja untuk
pakan ternak, tetapi juga diambil kayunya dan digunakan sebagai kayu bakar.
Akhirnya tanaman yang di lereng jurang dan puncak bukit saja yang tersisa,
sehingga peternak harus ekstra hati-hati untuk meletakkan stupnya.
Harus
diperhitungkan keselamatan stup apabila terjadi hujan deras dan kemungkinan
longsor.
Peternak
juga harus berhati-hati dari kemungkinan pencurian, karena stup lebah yang
terletak di pinggir hutan dan dalam keadaan tidak dijaga. Beberapa kejadian
kehilangan terjadi pada lebah-lebah yang diletakkan sembarangan tanpa
koordinasi yang baik dengan masyarakat sekitar hutan. Kunci dari keamanan usaha lebah di tanaman
kaliandra adalah koordinasi dan membaur dengan masyarakat sekitar hutan.
Peternak harus sadar akan kesenjangan ekonomi masyarakat lokal dengan peternak
lebah sebagai pendatang.
Peletakan stup lebah pada lereng gunung untuk menghasilkan madu kaliandra.
PANEN MADU KALIANDRA
Madu yang dihasilkan mempunyai warna kuning cerah sampai kuning matang dan mempunyai bau yang khas.
3Madu kaliandra berwarna kuning cerah sampai kuning matang
Pustaka
Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3545-2013, Madu, Jakarta.
Bogdanov, S., T. Jurendic, R. Sieber and P. Gallmann. 2008. Honey for
Nutrition and Health: a Review. American Journal of the College of Nutrition,
27: 677-689.
Buba, F., A. Gidado, and Shugaba, A. 2013. Anal ysis of Biochemical
Composition of Honey Samples
from North-East Nigeria. Biochemical and analytical
biochemistry, 3 (2): 1-7.
Hansen DM, et
al., 2007, Coloured
nectar: distribution, ecology, and evolution of an enigmatic floral trait, Biol Rev
Camb Philos Soc.
;82(1):83-111.
James R. Hagler, et al., 2011, Foraging Range of Honey Bees, Apis mellifera, in Alfalfa Seed Production Fields, J Insect Sci.; 11: 144.
Kartasubrata J. 1996. Culture and uses of Calliandra calothyrsus in Indonesia. In D0 Evans, ed. International Workshop on the Genus Calliandra. Forest, Farm, and Community Tree Research Reports (Special issue). Winrock International. Morrilton, Arkansas, USA. p. 101-07.
Mledenovic,
M. and Radus, R., 2014, Corelation Between the
Strength of Colony The Honey Area
and Pollen Area of The
Observed Lines of Yellow Honey Bee in Vosvodina, Biotechnologi and
Biotech. Equip, 24(1): 379-384.
Macqueen, D. J. (1992). Calliandra calothyrsus: implications of plant
taxonomy, ecology and biology for seed collection. Commonwealth Forestry Review
71 (1): 20-34.
Poedianto, M. 1980. Calliandra
plantation and bee keeping et Gunung
Area. Perum Perhutani research report.
No. KT. 14 - 80. Jakarta, Indonesia p 16
Stewart, J. Mulawarman, J.M.
Roshetko dan M.H. Powell. 2001. Produksi dan pemanfaatan kaliandra (Calliandra calothyrsus): Pedoman lapang. International Centre
for Research in Agroforestry (ICRAF), Bogor, Indonesia dan Winrock International, Arkansas, AS. 63
halaman.
Tangendjaja,
B., E, Wina, T. Ibrahim, dan B, Palmer. 1992. Calliandracalothyrsus (Calliandra
calothyrsus) dan Pemanfaatannya. Laporan Hasil Penelitian. Balai
Penelitian Ternak dan The Australian Centre for International Agricultural
Research. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar